Senin, 27 Mei 2013

Pengamat Zionis: Fatin, Ajang Pencarian Bakat & Program Yahudi

JAKARTA (voa-islam.com) - Ajang pencarian bakat sebenarnya tidal lepas dari program Yahudi. Mereka sadar cara paling ampuh melumpuhkan para pemuda muslim adalah menjauhkan mereka dari gaya hidup Islam dan mendekatkan mereka pada hedonism dan hiburan. Demikian dikatakan Pengamat Gerakan Zionisme  Muhammad Pizaro Novelan Tauhidi melalui email yang dikirim ke voa-islam.
Pizaro yang juga Sekjen Jurnalis Islam Bersatu (JITU) ini mengutip pernyataan Gleed Stones mantan Perdana Menteri Inggris. Dia mengatakan: “Percuma kita memerangi umat Islam, dan tidak akan mampu menguasainya selama di dada pemuda-pemuda Islam ini bertengger Al-Qur’an. Tugas kita sekarang adalah mencabut Al-Qur’an di hati-hati mereka, baru kita akan menang dan menguasai mereka. Minuman keras dan musik lebih menghancurkan ummat Muhammad daripada seribu meriam, oleh karena itu, tanamkanlah dalam hati mereka rasa cinta terhadap materi dan seks.”
Maka cara ampuh yang mereka lakukan adalah mempromosikan ajang pencarian bakat ke negeri-negeri muslim. Indonesian Idol seperti kita ketahui dibawa ke negeri ini oleh perusahaan hiburan Amerika bernama Fremantle Media. Fremantle Media adalah perusahaan yang dimiliki oleh seorang kapitalis Yahudi, Rupert Murdoch.
Lebih lanjut Pizaro menjelaskan, kini prototype ajang pencarian bakat menjamur dengan bentuk beragam, termasuk X Factors. Sama seperti American Idol, X Factor dibentuk oleh Simon Cowell dan diproduksi Fremantle Media. Simon Cowell sendiri berlatar belakang Yahudi dengan ibu seorang Kristiani. Dan dua sejoli antara Simon Cowell dan Rupert Murdoch adalah para creator yang sangat gigih mengkreasi acara pencarian bakat yang kemudian disebar ke negara-negara muslim.
“Di luar negeri sana, acara X Factor tidak banyak direspon oleh umat muslim, karena mereka tahu siapa dalang di balik acara ini. Meski ada kontestan muslim seperti Yousseph Slimani pada acara The X Factors tahun 2005 di Inggris, tapi respon muslim Inggris tidak seperti di Indonesia. Karena mereka tahu, acara seperti X Factors tidak akan pernah bisa menaikkan harkat dan martabat muslim di Inggris. Hasilnya, Yousseph Slimani hanya sampai babak perempat final.”
Beda Inggris, beda Indonesia. Meski Indonesia adalah negara mayoritas muslim, ketidakpedean justru menghinggapi diri kita, dengan menyebut kemenangan Fatin adalah kemenangan seorang muslim. Ucapan ini sangat memprihatinkan, jika kita mau menyadari siapa perintis aacara ini.
“Dari dulu saya sudah mencium itu terjadi dalam keikutsertaan Fatin. Tidak lama Fatin tampil, Bruno Mars langsung memberikan dukungan. Bruno memberi dukungan bukan sekedar suara Fatin, tapi lebih dari itu karena Fatin berjilbab. Bruno ini penyanyi yang menyuarakan atheisme lewat lagunya It Will Rain,” kata Pizaro.
Maka itu dengan kemenangan Fatin tentu kita khawatir ada semacam pembenaran bagi kaum muslimah berbondong-bondong membanjiri ajang pencarian bakat seperti ini. Tubuh dan wajah mereka menjadi santapan 250 juta bangsa Indonesia. Mereka meliuk-liuk dan bersaut-saut hanya demi ribuan SMS. Muslimah-muslimah kita nanti memiliki dalih masuk ke gelanggang yang sebenarnya jebakan Yahudi ini dengan satu kalimat: ‘Tidak masalah selama kami berjilbab’
Maka menarik kita cermati perkataan Muhammad Quthb, “Seorang anak yang rusak masih bisa menjadi baik asal ia pernah mendapatkan pengasuhan seorang ibu yang baik. Sebaliknya, seorang ibu yang rusak akhlaknya, hanya akan melahirkan generasi yang rusak pula akhlaknya. Itulah mengapa yang dihancurkan pertama kali oleh Yahudi adalah wanita.” [desastian]



Tidak ada komentar:

Posting Komentar